Benyamin S : Muka Kampung Rejeki Kota

Matahari diujung barat perlahan mendekati garis horisontal bumi. Teduh dan ramah. Sore yang sempurna.
Di Kali Utan Panjang, seorang anak kecil bertubuh gemuk, sedikit gempal berkulit hitam, telanjang bulat. Dia menenteng pelepah pisang hampir sebesar tubuhnya. Termenung dia menatap air sunga yang bening. Nasibnya ditentukan sore itu: memberanikan diri berenang atau jadi sasaran olok-olok kawannya sebagai “anak kali yang tidak bisa berenang.” Nanar dia menatap air sungai yang mengalir deras, berputar-putar.
Byuur...akhirnya dia melompat juga ke sungai itu.
Dia Benyamin Suaeb, sebuah nama yang kemudian mengalir seperti sungai yang membelah kampungnya: tak selalu lancar kadang berkelok, beriam, berarus, dan berakhir di muara kesuksesan. Siapa nyana kelak dia jadi seniman besar Betawi.
Benyamin lahir dan tumbuh di Kampung Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta. Dia anak bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya bernama Suaeb alias Sukirman. Sebagin mengenalnya Sukirman Bugel. Orang-orang dikampungnya biasa memanggil dia “Bugel.” Nama yang pernah digunakannya saat buron dari panjajah. Dalam bahasa Jawa, frasa bugel adalah istilah untuk bonggolan kelapa.
Suaeb sendiri anak kedua dari empat bersaudara. Dia anak seseorang bernama Kromojoyo, serdadu Belanda asal Purworejo, Jawa Tengah.
Ibu Benyamin bernama Siti Aisyah, putri seorang tokoh Betawi terkenal, Haji Ung, yang namanya kini terukir pada sebuah jalan di kawasan Kemayoran, Jalan Haji Ung. Orang kadang melafalkannya 'JIUNG'.

Abang none, entu hanya awal bagian satu dari biografi Benyamin S. Muka Kampung Rejeki Kota. Buku yang dipersembahin untuk mengenang salah satu maestro yang tumbuh dari kelokalan Betawi yang luar biasa. 

Mau baca lebih lengkap? tunggu uraian lengkapnye tentang Benyamin S.- Muka Kampung Rejeki Kota yang bakal kite mulain bulan depan.



 
Tags: ,

0 komentar

Leave a Reply